Langsung ke konten utama

Contoh Teks Cerita Islami MAPSI 2021

Salah satu cabang dalam perlombaan MAPSI SD/MI yaitu Menulis Cerita Islami. Di tahun 2021, Lomba MAPSI di cabang ini diperoleh subtema sebagai berikut :

1. Pemaaf dan bertaubat (meneladani Nabi Adam as)

2. Semangat belajar di masa pandemi (meneladani Nabi Idris as)

3. Kerja keras dan kerjasama (meneladani Nabi Nuh as)

4. Jujur dan kasih sayang (meneladani Nabi Hud as)

5. Pentingnya kebersihan di masa pandemi (meneladani Nabi Muhammad saw)

dengan ketentuan tokoh keteladanan dapat ditambah dengan Nabi dan Rasul yang lain, sahabat Nabi Muhammad saw, tokoh muslim internasional, guru, tokoh masyarakat, orang tua, dsb.

Berikut saya lampirkan contoh teks cerita islami yang merupakan Juara I tingkat Kota Magelang Jawa Tengah tahun 2021. Bisa dijadikan inspirasi anda sekalian dalam melatih atau menulis cerita islami di tahun depan.


Cerita I

Meneladani sifat pemaaf dan bertaubatnya Nabi Adam as.

Belajar dari Taubatnya Nabi Adam

Kupandangi cahaya yang menembus masuk di kaca jendela kamar kecilku. Mataku tertuju pada pesan sticky note kuning yang tertempel di pintu lemari baju.

Nizam, ada tugas Bahasa Arab halaman 24 dari Ustadzah Lia. Kamu di rumah sendiri hari ini. Jangan lupa sarapan.

Begitu pesan yang tertulis.

Aku menoleh ke jam dinding yang tertempel di atas jendela kamar. Ah masih pagi. Tugasnya nanti saja lah. Mending nonton TV dulu aja kali ya?

Aku berjalan menuju ruang TV. Kulihat ada buku berserakan di meja depan TV. Aduh iya, kan tugas-tugas masih banyak?

Kuputuskan hari itu aku mengerjakan semua tugas-tugas dari Ustadzah Lia. Termasuk tugas baru yang Mamah tuliskan di sticky note. Tapi … sambil menyalakan TV untuk mengisi suasana hening, hehe.

Channel tv yang ku setel walau tidak kutonton itu memaparkan kisah Nabi Adam. Tanpa kusadari, aku menyimak apa yang acara itu sampaikan. Sebenarnya, aku sudah tahu sejak TK kisah Nabi Adam ini. Hanya saja aku lebih tertarik karena ditampilkan dengan kartun.

Kusimak acara itu yaitu, tak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Semua orang pernah melakukan dosa dan kesalahan terhadap Allah SWT termasuk Nabi Adam a.s.

Nabi Adam telah bermaksiat kepada Allah yaitu memakan buah khuldi. Pelanggaran itu Nabi Adam lakukan karena tergoda rayuan setan. Setelah itu, Allah murka kepada Nabi Adam dan Hawa sehingga mereka diturunkan ke bumi.

Setelah peristiwa itu, Nabi Adam bertaubat, berdoa memohon ampunan dari Allah. Nabi Adam dan Hawa menyampaikan taubatnya di qur’an surah Al-A’raf ayat 23 yang artinya :

“Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.”

Allah menerima taubat Nabi Adam dan Hawa. Namun mereka tetap tinggal di bumi. Meski taubatnya sudah diterima, Nabi Adam tetap bersungguh-sungguh untuk meminta ampunan kepada Allah. Beliau sadar, kesalahannya sangat fatal.

Aku menghela nafas. Menyaksikan kesungguhan Nabi Adam untuk memohon ampun atas dosa-dosanya. Dan betapa Maha Murahnya Allah SWT untuk mengampuni kesalahan Nabi Adam dan Hawa.

Aku jadi ingat insiden kecil yang membuatku malu sendiri.

Dua bulan yang lalu, Mamah pulang kerja. Tepat saat adzan Magrib.

“Assalamualaikum…” Aku melihat Mamah membawa kresek berisi kotak agak besar di tangannya.

“WAALAIKUMSALAM.” Teriak Reza, adikku dari arah kamarnya sambil lari ke arah Mamah.

“Mana Mah mobil remotku? Belinya bener yang merah, kan?” Mamah mengangguk dan menyodorkan kresek yang ada di tangannya ke Reza. “Asyik!”

Hah?! Mobil remot? Reza dibeliin mobil remot?

“Apa itu, Mah? Kok cuma Reza yang dibeliin?” kataku dengan nada yang ketus. Mamah seperti tahu apa perasaanku, dia hanya tersenyum tidak menjawab langsung masuk ke rumah.

Pandanganku tertuju ke Reza sedang menikmati mainan barunya. Tangannya luwes sekali memainkan mobil remotnya.

“Za, pinjem dong?” Rayuku. Sejujurnya aku ingin sekali memainkan mobil remotnya karena kulihat Reza hanya bisa memaju-mundurkan saja. Tapi dia tidak menjawab. Aku iseng menampis mobil remotnya sampai bergeser agak jauh dari tempat semula agar diperhatikan oleh Reza.

“Eh Kak kok dilempar mobilnya. Baru beli nanti rusak!” Dia mengelus-ngelus mobil mainan barunya itu.

“Kakak mau pinjem, boleh ya?” Rayuku lagi.

“Gak mau! Nanti rusak. Gak dipinjemi aja udah dilempar.”

“Yeee siapa yang lempar? Orang Kakak cuma nyenggol doang. Lagian tadi Kakak udah minta baik-baik kamu diem aja. Sini pinjem!” Aku merebut paksa remot yang dia pegang. Terjadilah keributan kami saling berebut mainan itu.

Mendengar keributan dari kami, Mamah datang dengan wajah basah terbasuh air wudhu.

“Kenapa kalian bertengkar? Bukannya sholat?”

“Aku mau pinjem mobil remotnya, Mah. Reza pelit banget nggak ngasih.” Belaku dengan muka masam dan tangan bersedekap karena kesal.

“Kakak nggak minta baik-baik malah nglempar mobilnya.” Reza ikut membela diri.

“Aku udah minta baik-baik tapi Reza nggak jawab. Lagian aku nggak nglempar, cuma nyenggol.”

“Nggak! Kakak nglempar sampai lecet-lecet. Nih liat!” Reza memperlihatkan mobil remotnya ke arah Mamah.

“Nizam, kok mainan adek dilempar?” Tanya Mamah sebenarnya dengan nada lembut. Tapi, tetap saja aku masih kesal.

“Kenapa yang dibeliin cuma Reza? Aku kan juga pengen.” Aku menundukkan wajahku. Mamah mendekatiku. Dia tersenyum.

“Tadi di toko mainannya cuma ada satu. Jangan dikira Mamah lupa sama Nizam. Mamah tau Nizam capek belajar online, bosen juga. Mamah beli satu dulu buat Reza biar dia nggak ganggu Nizam belajar. Besok Mamah belikan satu lagi buat Nizam. Sekarang, kalian baikan dan main bareng.”

Mendengar itu, hatiku tersentuh. Ternyata Mamah tau kejenuhanku.

Aku menunduk. Tiba-tiba aku merasa sangat bersalah kepada Reza. Seharusnya aku tidak dengan sengaja menampis mainannya. Aku juga merasa bersalah kepada Mamah juga karena telah berprasangka buruk kepadanya.

Mamah perlahan beranjak dari duduknya. Aku memegang tangan Mamah, menahannya.

"Mah, Nizam minta maaf."

Mamah tersenyum lagi. Mamah, aku tidak pernah tahu apa yang ada dibalik senyuman cantikmu.

"Nizam sama Reza sekarang sholat Magrib dulu ya?"

Aku mengangguk, melirik ke arah Reza. Kulihat dia sedang memandangiku.

"Kak, habis sholat ajarin aku main ya?"

"Iya, Za. Maaf ya udah ngrusak mobil remotmu. Besok kalo Mamah jadi beliin Kakak kita tukeran biar kamu dapet yang baru."

Reza meringis senang.

Lalu aku dan Reza sholat berjamaah dengan didampingi suara tilawah Mamah di sebelah kami.

Kalau ingat kejadian itu rasanya malu. Kenapa cepat marah dan suudzon?

Kesalahanku tidak seberapa dibandingkan kesalahan Nabi Adam. Tapi, aku juga harus sungguh-sungguh bertaubat seperti beliau.

Suara adzan Dhuhur menghentikan lamunanku.

Alhamdulillah, sudah setengah tugas-tugas dari Ustadzah Lia kukerjakan. Lanjutin habis sholat ajalah.

***

Sifat bersungguh-sungguh untuk bertaubat Nabi Adam adalah hal paling dasar yang harus aku teladani. Karena dengan bertaubat dan memaafkan membuat kita bisa menjaga kerukunan serta kedamaian hati.

Dan masih ada dua puluh empat lagi nabi yang harus aku teladani. Mudahkan dan ridhoi aku, ya Allah…



Cerita II

Meneladani sifat pemaaf dan bertaubatnya Nabi Adam as.

Tentang Memaafkan

“Mbak…Mbak…Mbak Wafa…” Indri tergopoh-gopoh masuk ke dalam rumah. Mukanya panik, nafasnya ngos-ngosan.

            “Ada apa? Duduk dulu. Yang tenang.” Aku menyodorkan Aqua gelas yang memang disediakan di ruang tamu. Indri menerima, segera minum dengan terburu-buru. Dia sampai lupa duduk dulu sebelum minum. Emang kebiasaan ini anak!

            Nggak mungkin Indri dari rumah. Rumah cuma di sebelah ngapain dia lari-lari?

            “Kenapa, In?”

            “Adikmu…” Sempat-sempatnya dia masih menyeruput minumannya di tengah penasaranku, “Rafa, nangis dia Mbak di lapangan.”

            Aku menyeringai keheranan. “Kok bisa?”

            “Tadi Guntur, anak desa sebelah lemparin batu kena kepala Rafa. Terus dia nangis.”

            Aku terkejut, dahiku mengkerut khawatir. Aku menarik tangan Indri, “Yok ke lapangan!”

            Di sana sudah ramai anak-anak. Aku tidak mengenal sebagian besar dari mereka, sepertinya mereka dari desa sebelah.

            Di bawah pohon beringin belakang gawang aku lihat ada beberapa anak yang sedang berteduh. Rafa terisak memegang dahinya. Salah satu temannya mengelus bahu Rafa menenangkannya.

            Rafa memandangiku. Matanya menatap melas ke arahku. Segera aku mendekapnya dan menenangkannya. Dari belakang gawang seberang, Guntur serta beberapa anak memandang kea rah kami. Aku tidak menggubrisnya. Dasar anak nakal!

Aku menuntun Rafa pulang. Di rumah dia diam saja. Aku mengambil es untuk mengompres dahi adikku ini yang benjol.

Suara ketukan pintu pelan memecah keheningan di antara kami.

“Wafa, Umi ada apa nggak?” Ternyata Mbah Sum, tetanggaku yang rumahnya agak jauh. Beliau termasuk sesepuh di desa kami. Kadang aku merasa kasihan dengan Mbah Sum ini. Aku tidak tahu pasti berapa umurnya, tapi yang aku tahu beliau tua sekali. Di rumah kayu reot tinggal sendiri, ku dengar anak-anaknya merantau di kota besar.

“Umi tadi pergi ke rumah Pakde Lani sama Abi, Mbah. Ada apa ya, Mbah?”

Mata tua Mbah Sum tertuju ke Rafa yang masih terisak.

“Kenapa itu adiknya nangis?” Mbah Sum menunjuk pelan Rafa dengan tongkat andalannya.

“Tadi di lapangan ada yang lempar batu, kena kepala Rafa. Saya nggak tau kok bisa pada lempar-lempar batu.”

Mbah Sum mengangguk-anggukkan kepala ber-ooh. Lalu dia berjalan pergi begitu saja tanpa pamit. Aku keheranan, kenapa cari Umi? Kenapa pergi gitu aja?

Aku kembali menenangkan Rafa. Dia masih diam, aku tidak bertanya banyak. Hanya fokus kepada lukanya saja.

Tiba-tiba kudengar sayup-sayup keributan di depan rumah. Aku dan Rafa saling pandang penasaran. Kami mengintip dari jendela untuk melihat apa yang sedang terjadi.

Aku membelalakkan mata, di sana ada Guntur yang sedang menunduk sambil diteriaki oleh Mbah Sum.

“Nabi Adam yang melakukan kesalahan nggak berhenti-berhenti taubat ke Gusti Allah, kamu yang bukan siapa-siapa kok nggak mau minta maaf?!”

“Ya aku nggak salah kok!” Guntur menjawab. Buset ni anak nakal iya, berani sama orang tua iya.

“Sekarang, minta maaf!” Mbah Sum menghentakkan tongkatnya. Aku membuka pintu.

“Kenapa, Mbah Sum?” Tanyaku.

Tetangga sekitar mulai mengerumuni sumber keributan. Beberapa orang menenangkan Mbah Sum.

Guntur menghampiriku dengan muka bersungut-sungut.

“Kenapa tadi kamu lempar batu ke adikku?” Aku bertanya pada Guntur yang sekarang menunduk.

“Tadi anak-anak desa sini ngejek kami. Terus kita bales lempar batu, kena dia.” Guntur menunjuk ke arah Rafa. Aku menoleh ke arah Rafa. Dia menunduk. Berarti dia juga ikut-ikutan ngejek.

Tiba-tiba Rafa berdiri dan menghampiri kami. Dia mengulurkan tangan kanannya sambil tangan kiri memegang dahi benjolnya.

“Maaf.”

Guntur menyambut uluran tangan dari Rafa. “Aku minta maaf juga udah lempar batu. Tolong jangan ejek-ejek kami lagi. Kami memang dari orang susah, tampang kami memang tidak sebersih kalian. Sakit hati sebenarnya. Tapi aku menyesal udah bikin kamu terluka. Orang tuaku bakal marah kalau aku melukai orang, kami bakal nggak sanggup bayar pengobatan.” Suara Guntur bergetar menahan tangis.

Aku tidak tahu harus berkata apa. Rafa hanya diam. Kurasa dia sedang mencerna kata-kata Guntur. Aku berusaha menenangkan Guntur kalau Rafa tidak apa-apa.

“Gitu kan enak. Damai gitu apa susahnya? Pelajaran buat kalian, jangan suka ngejek-ngejek dan jangan suka main hakim sendiri. Belajarlah menerima keadaan dan bersabar! Sudah bubar kalian!” Seru Mbah Sum membubarkan kerumunan. Aku melihat beberapa orang ogah-ogahan untuk bubar. Seneng banget sih liat orang berantem?

Belakangan aku baru tahu kalau Mbah Sum sengaja mencari tahu apa kenapa Rafa menangis dengan dahi benjol. Saat itu kebetulan sekali beliau bertanya langsung kepada Indri.

Masih terngiang-ngiang perkataan Mbah Sum tentang Nabi Adam kemarin. Nabi Adam yang melakukan kesalahan nggak berhenti-berhenti taubat ke Gusti Allah, kamu yang bukan siapa-siapa kok nggak mau minta maaf?!

Betul juga. Terkadang manusia masih terlalu egois dan gengsi untuk meminta maaf dan mengakui kesalahan. Entah secara sadar atau tidak sadar.

            Seorang Nabi saja yang merupakan manusia terpilih bisa merasa menyesal dan tidak ada henti-hentinya meminta ampun kepada Allah. Seharusnya kita yang manusia biasa juga harus memiliki sifat ingin diampuni segalanya oleh Allah.

Terlepas dari itu, aku salut kepada Mbah Sum. Beliau dengan ikhlasnya mau mencari tahu permasalahan apa yang membuat adikku menangis. Bahkan, beliau sampai mau menghampiri Guntur di lapangan.

Aku turut prihatin kepada keadaan keluarga Guntur, tapi aku juga tidak membenarkan perilaku anarkis dia dan teman-temannya lakukan untuk pembelaan.

Semua yang kita lakukan kembali lagi pada diri sendiri. Apa yang kita perbuat juga pasti akan kembali kepada kita sendiri, entah dalam bentuk apa. Jika kita selalu berbuat baik dan senantiasa meminta maaf jika melakukan kesalahan, maka itulah yang akan kita dapatkan.

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah drama cupu manik astagina

CUPU MANIK ASTAGINA Adegan I (Gunung Sukendra) Alkisah sebuah pertapaan di Gunung Sukendra yang dihuni oleh Resi Gotama dan keluarganya. Dia merupakan keturunan Bathara Ismaya. Karena jasa dan baktinya pada para dewa. Resi Gotama dianugrahi seorang bidadari kahyangan, Dewi Windradi. Dalam perkawinan ini, mereka dikaruniai dua putra, Guwarsa dan Guwarsi, dan seorang putri, Dewi Anjani. Bhatarya Surya, kekasih gelap Dewi Windradi, memberikan sebuah pusaka bernama Cupu Manik Astagina kepada Dewi Windradi dengan syarat tidak boleh menunjukan apalagi menyerahkan benda kadewatan itu kepada orang lain walaupun ke anaknya sendiri. Apabila pesan itu sampai terlanggar, kejadian yang tak diharapkan akan terjadi tanpa bisa dibendung lagi. Suatu hari, Dewi Windradi sedang memainkan Cupu Manik Astagina. Cupumanik Astagina adalah pusaka kadewatan yang menurut ketentuan dewata tidak boleh dilihat atau dimiliki oleh manusia lumrah. Dengan membuka Cupumanik Astagina, melalui mangkoknya dapat

Pengertian, kaidah, struktur, dan contoh teks eksplanasi

Pengertian Teks Eksplanasi Teks Eksplanasi adalah teks yang berisi penjelasan-penjelasan tentang proses mengapa dan bagaimana dari suatu topik yang berhubungan dengan fenomena-fenomena alam maupun sosial yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Ciri-ciri Teks Eksplanasi Informasi-informasi yang termuat di dalamnya berdasarkan fakta (faktual). Hal yang dibahas yaitu suatu fenomena yang bersifat keilmuan atau berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Sifatnya informatif dan tidak berusaha untuk mempengaruhi pembaca untuk percaya terhadap hal yang dibahas. Terdiri dari pernyataan umum, urutan sebab-akibat, dan interpretasi. Struktur Teks Eksplanasi Pernyataan umum (general statement) ( Bagian pertama dari teks eksplanasi yang isinya mengenai penyampaian topik atau permasalahan yang akan dibahas (gambaran mengenai apa dan mengapa fenomena tersebut bisa terjadi) Deretan penjelas/ urutan sebab akibat ( Bagian urutan sebab akibat dari suatu fenomena (penjelasan lebih detail fenomena ya